Laman

17 September 2016

Sederhana itu Indah




Setelah membaca The Gift of The Magi kita akan mendapat kesan tentang sebuah cerita yang menyentuh, atau lebih tepatnya sih ironis. Akan tetapi kesan itu tidak akan sampai jika tidak ditulis dengan ‘cerdik’. Inilah yang membuat tema yang sederhana menjadi sebuah masterpiece dan masih terus dibahas hingga saat ini. Karya-karya seperti The Gift of The Magi seolah memberi pelajaran pada kita bahwa menulis cerita itu jangan asal-asalan. Ide itu mahal, tapi akan menjadi sia-sia karena kita menulisnya dengan tidak serius.

The Gift of The Magi ditulis dengan sederhana. Tidak ada kata-kata seperti Tirai malam menutupi bumi, yang lebih baik ditulis saja dengan Malam sudah datang, atau Sinar matahari membakar bak neraka, sebut saja Hari ini sangat panas, atau kata-kata alay yang biasa dipakai penulis muda saat ini.

Salah satu kekuatan lain dari cerpen ini terletak pada narator, seseorang di luar para tokoh yang dengan mudahnya memainkan cerita. Sang Narator membuka kisah dengan cara yang tidak biasa: “One dollar and eighty-seven cents (Satu dolar dan delapan puluh tujuh sen)”. Tidak ada kata kerja dalam kalimat tersebut; hanya sejumlah uang. Tentu saja hal ini membuat kita bertanya-tanya apa maksud dari sejumlah uang tersebut. Akan tetapi, penjelasan kalimat selanjutnya malah membuat kita semakin penasaran: “That was all (Cuma itu)”. Kemudian kalimat berikutnya menjelaskan asal-usul dari uang tersebut, yang terdiri dari hasil simpanannya dan proses menghemat belanja sehari-hari yang membuat sang tokoh (Della) merasa malu. Singkatnya, sang Narator ingin menunjukkan hanya sebanyak itulah uang yang dimiliki Della untuk merayakan Natal.

Dari paragraf pertama kita juga bisa belajar seputar keterkaitan antara kata dengan kata, dan kalimat dengan kalimat. Hal ini sangat penting supaya tidak merusak irama dan konsentrasi pembaca. Hebatnya, meskipun ada saling keterkaitan, O. Henry tidak mencantumkan kata ‘Dan’ atau ‘Dimana’ yang notabene merupakan kata penyambung.

Well, jika kita mau sedikit bekerja keras mengkaji lagi, ada banyak bisa kita dapat dari paragraf pertama kisah ini.


16 September 2016

Tak Kenal Maka Tak Sayang




Menulis, sama seperti pekerjaan lainnya, membutuhkan passion, sedangkan passion datang ketika kita mencintai pekerjaan kita. Akan tetapi, untuk mencintai dunia tulis menulis kita juga harus senang membaca, karena tampaknya mustahil menjadi penulis tanpa menyukai membaca. Sekarang pertanyaannya adalah, bacaan apa yang membuatmu jatuh cinta dengan dunia fiksi?

Mungkin kita tidak perlu membaca novel tebal. Alih-alih, kita bisa memilih sebuah cerita pendek yang akan membuat kita terpesona. Begitu banyak cerpen-cerpen bagus. Kita bisa mendapatkannya dari referensi teman atau mencarinya di internet. Tapi kalau belum tahu cerita apa yang akan membuat kau terpesona, kau bisa membaca The Gift of The Magi. Para guru bilang cerpen ini menjadi saran terbaik untuk melihat lebih dalam keindahan dari dunia fiksi. Kisahnya mengharukan, sangat romantis tapi bukan roman picisan, alurnya mengalir indah dengan kata-kata yang dipilih secara cermat.

Sayangnya cerpen karya O. Henry ini berbahasa Inggris. Tapi kau tidak perlu khawatir, karena Maggie Tjoakin sudah berbaik hati menterjemahkannya untuk kita. Silahkan baca ceritanya di sini, dan kalau tidak keberatan, kita berbagi kesan tentang cerita tersebut.

Selamat membaca.